Perbandingan Pengaturan E-Commerce di Indonesia dan Malaysia: Harmonisasi Hukum Digital di ASEAN
Table of Contents
BINTAN, VinsNews.com - Perdagangan elektronik atau e-commerce di kawasan Asia Tenggara terus mengalami pertumbuhan pesat seiring kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Indonesia dan Malaysia menjadi dua negara dengan tingkat perkembangan transaksi digital yang signifikan. Perubahan pola transaksi ini mendorong pelaku usaha dan konsumen untuk lebih berhati-hati serta memahami regulasi hukum yang berlaku agar keamanan dan keabsahan transaksi tetap terjamin, Senin (27/10/2025).
ASEAN berupaya memperkuat integrasi ekonomi digital melalui harmonisasi kebijakan lintas negara. Upaya ini ditujukan untuk menciptakan tata kelola transaksi elektronik yang aman, efisien, dan sesuai dengan perkembangan global.
Pengaturan e-commerce di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta sejumlah peraturan lain yang mengatur perlindungan konsumen dan transaksi digital. Regulasi tersebut memberikan dasar hukum bagi kegiatan perdagangan elektronik, meskipun masih terdapat sejumlah kelemahan dalam penerapannya.
Tantangan terbesar di Indonesia adalah belum tersedianya aturan yang secara khusus dan komprehensif mengatur perdagangan digital. Kelemahan koordinasi antar instansi dan terbatasnya mekanisme penegakan hukum membuat perlindungan terhadap konsumen lintas negara belum berjalan optimal.
Dalam praktiknya, perlindungan hukum bagi konsumen dan pelaku usaha di ranah digital masih membutuhkan penguatan. Lembaga pengawas seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga perlu menyesuaikan sistem pengawasan terhadap dinamika bisnis digital yang terus berkembang.
Malaysia memiliki sistem hukum yang lebih komprehensif dalam pengaturan e-commerce. Negara ini telah menyediakan perangkat hukum yang terintegrasi antara perlindungan konsumen, transaksi elektronik, dan tata kelola data digital.
Penegakan hukum di Malaysia dinilai lebih efektif karena didukung koordinasi antar otoritas dan regulasi yang responsif terhadap perkembangan teknologi. Perlindungan konsumen dalam transaksi daring juga diatur secara tegas melalui kebijakan yang adaptif terhadap perdagangan lintas negara.
Selain itu, Malaysia aktif mengembangkan regulasi di bidang fintech dan teknologi digital, termasuk penguatan pada aspek ekonomi syariah digital. Langkah ini menjadikan Malaysia salah satu negara dengan kesiapan hukum digital terbaik di kawasan ASEAN.
ASEAN terus mendorong pembentukan kerangka regulasi bersama di bidang e-commerce. Tujuannya adalah menciptakan keseragaman kebijakan antarnegara anggota agar transaksi lintas batas dapat berlangsung dengan kepastian hukum yang tinggi.
Harmonisasi kebijakan digital di kawasan ini memberikan dampak langsung bagi Indonesia dan Malaysia. Kedua negara berupaya menyesuaikan sistem hukumnya dengan standar regional untuk memperkuat kepercayaan publik terhadap transaksi digital.
Meskipun demikian, proses harmonisasi masih menghadapi tantangan. Perbedaan kapasitas lembaga, sistem hukum, dan budaya regulasi menjadi faktor yang mempengaruhi kecepatan penyesuaian di tiap negara. Namun, peluang besar terbuka untuk menciptakan pasar digital ASEAN yang aman dan berdaya saing.
Adapun perbandingan antara Indonesia dan Malaysia menunjukkan perbedaan yang jelas dalam hal kesiapan regulasi dan efektivitas pelaksanaan hukum. Malaysia memiliki sistem yang lebih terintegrasi dan siap menghadapi perkembangan ekonomi digital. Regulasi di negara tersebut mencakup perlindungan konsumen, transaksi elektronik, serta keamanan data secara menyeluruh.
Indonesia masih berada pada tahap penyempurnaan regulasi. Upaya pembaruan hukum terus dilakukan untuk menyesuaikan dengan karakter lintas batas dari e-commerce. Meskipun prosesnya bertahap, arah kebijakan Indonesia menunjukkan komitmen yang kuat terhadap pembentukan kerangka hukum digital nasional yang selaras dengan ketentuan ASEAN.
Kesiapan hukum digital di Malaysia menjadi contoh bagi negara-negara ASEAN lainnya, sedangkan Indonesia berpotensi menjadi motor penggerak pembaruan hukum digital di kawasan dengan memperkuat sinergi antar instansi dan partisipasi publik.
Kesimpulan :
Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara yang memainkan peran penting dalam perkembangan hukum e-commerce di Asia Tenggara. Malaysia menonjol dalam efektivitas regulasi dan penegakan hukum, sementara Indonesia memiliki potensi besar dalam penguatan kerangka hukum digital yang adaptif terhadap perubahan global. Pentingnya penguatan kerjasama yang di dasarkan pada suatu perjanjian internasional dan harmonisasi aturan hukum digital di tingkat ASEAN untuk menciptakan tatanan ekonomi digital yang aman, adil, dan terintegrasi. Dengan penguatan kolaborasi yang berkelanjutan, dan harmonisasi hukum antar kedua negara berpotensi menjadi pusat pengembangan hukum digital di kawasan ASEAN.
Referensi :
- Anwar, S., & Nepri, J. E. (2025). Harmonisasi Hukum Digital: Tantangan Global dan Strategi Adaptif Indonesia dalam Era Kedaulatan Siber.
- Aryani, Y., Andari, W., & Suhindarto, S. (2020). Pengaruh teknologi informasi dan e-Commerce terhadap perdagangan Indonesia ke negara ASEAN.
- Muhidin, M. (2025). Strategi Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce.
Quddus, M. S. Q. (2025).
- Analisis Konvergensi Hukum Ekonomi Internasional.
Roeslie, E., & Bachtiar, A. (2018). Analisis Persiapan Implementasi Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.
- Sommaliagustina, D., Citra, H., & Wahyuni, S. (2022). Perlindungan Konsumen E-Commerce Dalam Kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
-Tamaela, K. W., & Solichin, R. A. (2025). Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Kegiatan Transaksi Elektronik (E-Commerce).
Penulis: Akbar Himawan Buchari, Mahasiswa S3 Prodi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Tahun 2025
Posting Komentar